Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengeksekusi Perkara ekonomi Syariah di Indonesia: Analisis Terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 08 Tahun 2010 Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2006

Insyafli, - (2018) Kewenangan Pengadilan Agama dalam Mengeksekusi Perkara ekonomi Syariah di Indonesia: Analisis Terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 08 Tahun 2010 Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2006. Doctoral thesis, UIN IMAM BONJOL PADANG.

[img] Text (CEVER, PERSETUJUAN DAN ABSTRAK)
COVER, PERSETUJUAN DAN ABSTRAK.pdf - Published Version

Download (76kB)
[img] Text (BAB I)
Bab I.pdf - Published Version

Download (356kB)
[img] Text (BAB III)
Bab II.pdf - Published Version

Download (475kB)
[img] Text
BAB III.pdf

Download (389kB)
[img] Text (BAB IV)
BAB IV.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (546kB)
[img] Text (BABN V)
BAB V.pdf - Published Version

Download (534kB)
[img] Text (BAB VI)
BAB VI.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (95kB)
[img] Text (DAFTAR PUSTAKA)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (238kB)

Abstract

Setelah penulis menganalisa secara kritis masalah Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010, tanggal 20 Mei 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Putusan Badan Arbitrase Syariah, maka akhirnya penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010 tanggal 20 Mei 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Palaksanaan Putusan Badan Arbitrase Syariah, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 khususnya yang berkaitan dengan kewenangan absolut Peradilan Agama, serta bertentangan denganputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 93/PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013. Secara hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung adalah jauh di bawah undang-undang, maka oleh karena itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Hal ini sesuai pula dengan azas hukum lex superior derogat legi periori. Dasar hukum yang dijadikan alasan hukum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010 tanggal 20 Mei 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Palaksanaan Putusan Badan Arbitrase Syariah, adalah Pasal 59 ayat (3) dan penjelasan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini adalah keliru, karena batang tubuh Pasal 59 ayat (3) adalah mengatur kewenangan Peradilan Umum melaksanakan eksekusi putusan Badan Arbitrase umum yang non syariah, sedangkan penjelasan Pasal 59 ayat (3) tidak ada. Karena dasar hukum yang dipakai keliru, maka norma yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2010 tanggal 20 Mei 2010, adalah juga keliru. Oleh karena bertentangan dengan undang-undang, maka Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2010 tersebut harus dikoreksi oleh pihak yang berkompeten, dalam hal ini adalah oleh Mahkamah Agung RI itu sendiri. 2. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan penjelasannya, dan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 93/PUU-X/2012, tanggal 29 Agustus 2013, maka seluruh jenis perkara di bidang ekonomi syariah adalah kewenangan absolut Peradilan Agama. Kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, mencakup semua tahap sengketa, mulai dari menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa. Menyelesaikan sengketa adalah melaksanakan eksekusi atau upaya paksa, apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela. 3. Sesuai dengan fungsi Surat Edaran Mahkamah, mestinya suatu Surat Edaran Mahkamah Agung memberikan bimbingan, arahan serta petunjuk kepada para hakim dan semua aparatur peradilan dalam melaksanakan tugas peradilan, akan tetapi Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010, lebih bersifat menimbulkan permasalahan ketimbang memberikan pemecahan masalah, dalam hal eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional. Karena Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010 menimbulkan konflik kewenangan antara Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan beberapa aturan yang lainya, maka dengan Pengadilan Umum, maka Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010 harus dicabut kembali oleh Mahkamah Agung, sehingga ambiguitas yang ditimbulkan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 8 Tahun 2010 bisa dihilangkan.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Program Pascasarjana > Program Doktor > Hukum Islam
Depositing User: Users 46 not found.
Date Deposited: 12 Nov 2019 22:17
Last Modified: 12 Nov 2019 22:17
URI: http://repository.uinib.ac.id/id/eprint/6712

Actions (login required)

View Item View Item