Kekuasaan Profetik dalam al-Qur’an : Analisis Makna al-Mulk dan Relevansinya dengan Kekuasaan Politik Para Nabi dalam Tafsir al-Qur’ân al-Azhîm dan Tafsir al-Azhâr

Nofri, Naldi (2022) Kekuasaan Profetik dalam al-Qur’an : Analisis Makna al-Mulk dan Relevansinya dengan Kekuasaan Politik Para Nabi dalam Tafsir al-Qur’ân al-Azhîm dan Tafsir al-Azhâr. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang.

[img] Text
Nofri Naldi_1820080029_Cover,dll - Nofri Naldi Juara.pdf - Published Version

Download (3MB)
[img] Text
Nofri Naldi_1820080029_Bab I - Nofri Naldi Juara.pdf - Published Version

Download (864kB)
[img] Text
Nofri Naldi_1820080029_Bab III - Nofri Naldi Juara.pdf - Published Version

Download (813kB)
[img] Text
Nofri Naldi_1820080029_Bab V-Daftar Pustaka - Nofri Naldi Juara.pdf - Published Version

Download (885kB)
[img] Text
Nofri Naldi_1820080029_Fulltext - Nofri Naldi Juara.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (9MB)

Abstract

Nofri Naldi, NIM: 1820080029, Tesis: “Kekuasaan Profetik dalam al-Qur’an : Analisis Makna al-Mulk dan Relevansinya dengan Kekuasaan Politik Para Nabi dalam Tafsir al-Qur’ân al-Azhîm dan Tafsir al-Azhâr”, Program Studi Ilmu Al￾Qur’an dan Tafsir, Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang, 2022. Kekuasaan profetik merupakan sebuah kekuasaan politik yang dicontohkan oleh para nabi khususnya nabi-nabi yang telah Allah berikan anugerah kekuasaan kepada mereka. Dengan adanya model kekuasaan profetik ini diharapkan mampu menjadi role model dalam praktek kekuasaan yang ada hari ini. Dalam al-Qur’an istilah kekuasaan ditemukan dalam terma al-mulk. Kata al-mulk tidak hanya bermakna raja saja, sebagaimana yang telah diketahui secara umum. Namun kata al-mulk memiliki banyak makna. Untuk mengetahui makna al-Mulk dalam al-Qur’an maka dilakukan penelitian tentang makna al-Mulk dalam al-Qur’an. Penelitian ini fokus kepada penafsiran Ibnu Katsîr dan Hamka dalam tafsir mereka yaitu tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm dan tafsir al-Azhâr. Penulis memilih kitab ini dengan beberapa alasan, pertama, tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm merupakan salah satu kitab tafsir terbaik sepanjang masa sehingga menjadi rujukan utama dalam bidang tafsir. Kedua, alasan penulis memilih tafsir al￾Azhar karena faktor pengarang tafsirnya adalah seorang yang ahli dalam bidang sejarah dan seorang sastrawan yang telah melahirkan berbagai macam karya tulis, sehingga ketika ia menafsirkan tentang ayat-ayat kisah, Hamka menjelaskannya dengan panjang lebar. Maka berdasarkan hal ini, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang apa makna term al-Mulk dalam Tafsir al-Qur’ân al-Azhîm dan Tafsir al-Azhar? Dan Bagaimana relevansi makna al-Mulk terhadap kekuasaan politik para nabi khususnya Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad? Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach), yang sumber primernya adalah kitab tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm dan tafsir al-Azhâr. Sedangkan sumber sekundernya adalah kitab Qishas al-Anbiya, al-Bidâyah wa al￾Nihâyah karangan Ibnu Katsir serta jurnal dan buku-buku yang membahas tentang kekuasaan politik, seperti buku Sejarah Umat Islam karangan Hamka. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analysis. Sedangkan untuk mengolah dan menganalisis data menggunakan metode content analisys yang bertujuan untuk menggali lebih dalam isi informasi yang tertulis dalam kitab tafsir al￾Qur’ân al-‘Azhîm dan tafsir al-Azhâr. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan 1) makna kata al-Mulk yang terkandung dalam tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm adalah: pertama, kerajaan. Kedua, kepemilikan. Ketiga, pemerintahan. Keempat, kenabian. 2) Sedangkan menurut Hamka, makna kata al-Mulk tidak jauh berbeda dengan penafsiran dari Ibnu Katsîr. Menurut Hamka, kata al-Mulk juga memiliki empat makna yang hampir sama, yaitu: pertama, kekuasaan kenabian. Kedua, kekuasaan. Ketiga, kerajaan. Dan keempat, kepemilikan. Berdasarkan analisis penulis terhadap ayat-ayat al-mulk yang terdapat dalam tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm dan tafsir al-Azhâr, maka kata al-Mulk yang paling relevan dengan kekuasaan politik kenabian (profetik) terbagai menjadi tiga bagian. Pertama, kekuasaan politik Nabi Daud terdapat dalam Q.S al-Baqarah [2]: 251. Kedua, kekuasaan politik Nabi Sulaiman sebagaimana yang tertera dalam Q.S Shad [38]: 35 tentang doa Nabi Sulaiman agar Allah memberikannya kekuasaan atau kerajaan kepadanya. Ketiga, kekuasaan politik Nabi Muhammad sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Ali Imran [3] : 26, yang menjelaskan tentang kekuasaan kenabian yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad saw. Menurut Ibnu Katsir, kekuasaan kenabian merupakan anugerah Allah yang paling besar yang diberikan kepada makhluk pilihan-Nya. Karena Allah telah mengumpulkan kebaikan kepada para Nabi tersebut yang tidak diberikan kepada Nabi yang lainnya. Sedangkan menurut Hamka, penafsirannya tentang al-mulk dihubungkan dengan kepemimpinan dan kondisi perpolitikan hari ini. Ketika menafsirkan kata al-mulk yang terdapat dalam kekuasaan Nabi Sulaiman, maka Hamka menghubungkannya dengan penguasa hari ini, bahwa seorang penguasa harus memiliki ilmu yang luas sebagaimana layaknya Nabi Sulaiman. Sehingga penguasa tidak mengambil kebijkan sesuai dengan keinginannya saja, namun dengan ilmu.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Agama Islam > Al-Qur'an dan Ilmu Berkaitan
Agama Islam > Sosial dan Budaya Islam
Divisions: Program Pascasarjana > Program Magister > Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Depositing User: Ahmad Eskha Pustakawan
Date Deposited: 17 Feb 2023 17:23
Last Modified: 17 Feb 2023 17:23
URI: http://repository.uinib.ac.id/id/eprint/11433

Actions (login required)

View Item View Item